Selamat Datang di blog Williya Meta "Bidadari Bulan Hijau"
.

1 Curhat: Masker, Oh... Masker!

Selasa, 23 Agustus 2011 Label:

Maker oh Masker!
Curhat by Williya Meta

Sudah lama rasanya tak berkumpul lagi dengan sahabat dan tertawa bersama. Biasanya, sepanjang waktu kami habiskan dengan saling berbagi dan bercengkrama. Tapi kali ini beda! Kami tidak pernah bertemu karena ada satu dan lain hal yang sangat fatal dalam rentang waktu yang cukup lama.
Kembali pada topik yang sudah kupilih sebagai judul (soalnya kalau membahas penyebab kami tak bertemu, bisa menghabiskan satu rim HVS, hahaha). Bertemunya dua orang sahabat yang saling merindu, membuat kami tak henti-henti mengoceh, menceritakan pengalaman masing-masing. Kami selingi dengan tawa, agar masalah yang sedang kami hadapi ini tidak terlalu didramatisir untuk memuramkan masa depan kami yang pasti gemilang. (Optimis tingkat tinggi mode on)
Di suatu titik waktu, aku memperhatikan wajah sahabatku dengan seksama, kemudian melontarkan kejujuran yang sangat menyakitinya, “Aku rasa wajahmu semakin kusam dan berjerawat, Kawan!”

0 Sajak-sajak dalam naskah "Bulan Hijau di Turian"

Senin, 22 Agustus 2011 Label:

Sajak II
oleh: Williya Meta
(Adaptasi sajak Alizar Tanjung)

Kami kelas satu Kak, menyusun kursi, bangku,
menata bunga, vas kaca, alas, menanti riang
senyummu dan riak-riak bahasa "selamat pagi, Adik-adik."

Kami kelas dua Kak, mengatur bahasa, ”Sampai ketemu besok, Kak...!”
membaca alif dan ya, menata "a" dan "z",
di pinggiran bibir Kakak, di ke dalaman rindu.

1 Curhat Malam, sekeping hati yang tak menentu.

Label:

Beberapa hari yang lalu, tepatnya 16 Agustus 2011 pukul 10:57, sempat ku-posting di dinding FB-ku sebuah jeritan secarik hati nan terluka.

Apa maumu sebenarnya, duhai Peladang?
Setelah kau petik kuntum segar yang dipuja banyak kumbang,
lantas kau biarkan dia gersang.
 
Apa setelah kau bunuh ranum dan harumnya, kau merasa menang?

kalimat itu kubuat saat rasanya aku benar-benar sudah di penghujung masa penantian,

0 Curhat; Percakapan Dua Sahabat

Label:


Percakapan Dua Sahabat


Sahabat 1;

Beri aku sayap, Tuhan!
Tak perlu menawan, cukup yang seimbang.
Agar aku bisa membubung tinggi ke awan.
Mencari secercah kedamaian.
Pelipur lara hati yang tak lagi terperikan.

Aku jenuh bernafas di bumi, Tuhan!
Penuh dengan kebusukan, kemunafikan yang diberhalakan,
kebobrokan tumpang-tindih yang diagung-agungkan.
Dan aku, ah, aku... hanya seorang PECUNDANG!

2 Curhat; Sahabatku, 20 Agustus 2011

Sabtu, 20 Agustus 2011 Label:

Me n My Best Friend
Masih seperti 4 hari yang lalu, aku masih terkapar tak berdaya di ranjang.
Bahkan kini, semakin parah! Kaki ini tak bisa lagi digerakkan, kepala semakin sakit untuk diputar, dan jemari yang biasanya lentur menggeliat di keyboard pun kini mulai kaku.  Aneh, sakit macam apa ini yang sekarang aku tanggungkan? Tak pernah sebelumnya aku menderita sakit macam ini.
Sahabat dekatku bilang, "Kamu tidak sakit, tapi disakiti!"

0 Artikel; Budaya Minangkabau

Label:


Terbit di Harian Singgalang edisi Mingu, November 2009
Artikel oleh: Williya Meta

Terkikisnya Budaya Wanita Minangkabau


Seiring meninggalnya Rohana Kuddus, Siti Nurbaya, Mambang Jawari, dan sederet tokoh wanita Minang lainnya, peradaban dan budaya wanita Minangkabau juga ikut serta meninggalkan bumi Ranah Minang ini. Ironis memang pernyataan ini. Tapi fakta membuktikan remaja Minang yang seharusnya berkiprah sebagai cendikia penerus Minangkabau, justru mulai beranjak meninggalkan ciri khasnya, yang sebenarnya merupakan jati diri sebagai orang Minang. Sangat sedikit yang masih menyadari bahwa sebentar lagi gadis Ranah Minang akan kehilangan jati dirinya.
Banyak sekali fenomena yang dapat kita lihat di sekeliling kita, yang menjadi bukti bahwa kebudayaan wanita Minang  kian terkikis dan berangsur pudar.

0 Riwayat Singkat Penulis

Label:


Riwayat Singkat Penulis
Williya Meta adalah mahasiswi IAIN Imam Bonjol Padang Fakultas Syari’ah Jurusan Ekonomi Islam semester VII. Dilahirkan di Jorong Andaleh, Kecamatan Matur, Kabupaten Agam, Sumatera Barat 27 November 1992. Menetap di Kota Padang, Kec. Kuranji, Kel. Lubuk Lintah, RW/RT 01/03. Dapat dihubungi melalui HP: 085766231429. Email: bulan.hijau@ymail.com. 
Setelah menamatkan Sekolah Dasar di kampung halamannya, pecinta warna hijau ini harus berpisah dengan
orang tua karena keinginannya menimba ilmu di Pondok Pesantren Modren Diniyyah (Diniyyah Boarding School-red). Hidup di lingkungan Pesantren membuatnya mandiri dan selalu mengisi waktu luangnya dengan membaca. Tabungan kosa katanya semakin  bertambah, hingga akhirnya ia menuangkannya ke dalam bait tulisan. Beberapa puisinya menjadi jawara ketika perlombaan di tengah santriwati pesantren maupun eks-pesantren. Selain itu ia juga sering menjuarai lomba baca puisi dan  lomba pidato tiga bahasa (Indonesia, Arab dan Inggris).
Menyambung estafet pembelajarannya ke MAN 1 MODEL BUKITTINGGI, Meta-begitu dia akrab disapa-malah membelot dari ‘dunia bertabur kata’ menjadi atlet bela diri Pencak Silat. Atlet Laga kelas F Putri dengan tinggi 167 cm ini menjuarai beberapa pertandingan pencak silat baik dalam kota maupun ke luar provinsi.
Namun, ketika memasuki bangku perkuliahan, hatinya mulai tergelitik dengan dakwah bil qalam yang diusung bersama oleh Forum Lingkar Pena (FLP) wilayah Sumatera Barat. Semenjak itulah, ia mengulang masa silamnya yang sempat ‘membelot’. Kini, selain mengejar cita-citanya menjadi Profesor Muda Ekonomi Islam, ia beserta rekan-rekannya (FLPer’s Sumbar) tengah berlomba untuk membuat perubahan ke arah yang lebih baik dimulai dengan hal-hal kecil. Dimulai dengan pena kecil yang akan membawa perubahan besar, Insyaallah.
Karya-karya telah dipublikasikan di Singgalang, Haluan, Suara Kampus, Portal Suara Kampus, Tabloid Qalam  dan Tabloid Salam Dharmasraya. Beberapa kali memenangkan lomba kepenulisan cerpen dan olimpiade karya tulis ilmiah. Karya-karyanya bergabung dalam antologi cerpen lokal maupun nasional, seperti antologi Potongan Tangan di Kursi Tuhan, Negeri Kesuda, Air Mata Sunyi. Sedangkan novel perdananya berjudul Bulan Hijau di Turian, akan segera terbit (Diva Press, 2011).
Dalam keorganisasian ia terlibat dalam; Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Syariah, sekarang diamanahkan menjadi Ketua Umum (2011-2012).  Selain itu Meta juga merupakan seorang reporter Fossei Nasional di bawah naungan Depnas II. Aktif juga di Forum Lingkar Pena (FLP) Wilayah Sumatera Barat, diamanahkan sebagai Koordinator Humas dan Danus  FLP Sumbar (2010-2012). Dia juga diamanahkan sebagai redaktur sastra Tabloid Qalam. Tercatat sebagai anggota Syariah Banking Club (SBC) dan Kajian Studi Ekonomi Islam (KSEI).

0 Puisi; Aku

Label:

Aku wanita dingin yang menggebu.

Tertawa di semayam hujan.
Menangis di kerontang bulan.

Aku wanita riang yang didekam....
Mengalir bersama air, tumbuh bersama ilalang.

Aku bertahta di dalam pasungan.

5 Cerpen; Nisan Palimo

Jumat, 19 Agustus 2011 Label:


Cerpen oleh : Williya Meta
Cerpen ini bergabung di Antologi 25 CERPENIS SUMBAR, Potongan Tangan Di Kursi Tuhan
Nisan Palimo
Manir keluar-masuk pintu dengan setumpuk kain kering di pelukannya. Kain itu ia letakkan di atas kursi yang telah bertahun-tahun mengabdi di gubuknya. Kursi nan telah pudar warnanya, tak mengkilat dan telah reot pula. Di samping gundukan kain yang baru saja diletakkan itu, duduk Palimo dengan sebatang rokok murah yang sedang dihisapnya. Dari ritme hisapannya yang dalam, mafhumlah kita bahwa sejatinya ia tak sedang menikmati rokok itu, namun jauh dari tatapan nanar Palimo ke lantai gubuk, tersimpan akar masalah yang sedang menggerogoti fikirannya.

3 Cerpen; Ending

Label:


Cerpen oleh: Williya Meta
Cerpen ini belum pernah dipublikasi

ENDING

Dia masih belum percaya dengan apa yang sedang dilihatnya. Bangunan di sekitarnya tampak hampir sama. Deretan rumah semi permanen yang rata-rata berwarna biru muda dengan atasan kayu nyaris lapuk. Namun ada juga yang berwarna hijau dan abu-abu seperti dua rumah di seberang jalan kecil, tepat di depan teras rumah tempat sekarang ia duduk. Udara panas kota Padang terasa semakin gersang dengan pemandangan di luar teras rumah. Para wanita yang lalu-lalang rata-rata pakai sepatu hak tinggi, rok mini, dan sepotong baju kaos ketat yang membuat tubuh mereka tampak semakin sexi. Angin-angin nakal menyapu wajah mereka, rambut yang tergerai semakin indah dipermainkan angin.

0 Janji untuk Mak Janewa

Label:

Cerpen oleh: Williya Meta
Terbit di Tabloid Qalam edisi Desember

Janji untuk Mak Janewa
Mak Janewa menurunkan tangannya dengan gontai dari telinga kanan ke paha gigilnya. Matanya mengerjap-ngerjap. Sejurus kemudian, cairan bening menganak di sudut matanya. Setetes. Dua tetes. Menjelang tiga tetes, Mak Janewa dengan cepat menghapusnya. Walau yang ada, cairan itu makin melebar, berserakan di seputar matanya. Mak Janewa berusaha menguatkan hati.
 Saogo segera menghampiri Mak Janewa. Diambilnya telepon genggam dari tangan kanan Mak Janewa yang masih terletak di paha gigil beliau. Telepon genggam itu ia pindahkan ke meja ruang tamu yang masih bisa dijangkaunya. Saogo menghapus serpih-serpih air mata yang masih berserakan di sudut mata Mak Janewa, hingga benar-benar kering.

 
Williya Meta © 2010 | Blog Dirancang Oleh www.pandani.co.cc | web Design 07 Juni 2011