Selamat Datang di blog Williya Meta "Bidadari Bulan Hijau"
.

Kelahiran Nabi Muhammad SAW

Jumat, 07 Februari 2014 Label:



KELAHIRAN NABI MUHAMMAD SAW
Oleh: Williya Meta


Nabi Muhammad SAW dilahirkan dari keluarga Bani Hasyim di Makkah, suatu kabilah yang kurang berkuasa di suku Quraish. Nabi Muhammad lahir dari keluarga terhormat yang relative miskin[1], pada senin pagi tanggal 12 Rabi’ul Awwal, atau bertepatan tanggal 20 atau 22 bulan April tahun 571M, berdasarkan penelitian ulama terkenal, Muhammad Sulaiman Al-Manshurfury dan penelitian astronomi Mahmud Basya. Sebenarnya banyak sekali perbedaan pendapat ulama tentang tanggal kelahiran pasti Nabi Muhammad SAW.
Ibnu Sa’a meriwayatkan, bahwa ibu Rasulullah SAW berkata, “Setelah bayiku keluar, aku melihat ada cahaya keluar dari kemaluanku, menyinari istana-istana di Syam.”. Ahmad juga meriwayatkan dari Al-Arbadh bin Sariyah, yang isinya serupa dengan perkataan tersebut. Diriwayatkan bahwa ada beberapa bukti pendukung kerasulan, bertepatan dengan saat kelahiran beliau, yaitu runtuhnya sepuluh balkon istana Kisra, dan padamnya api yang biasa disembah orang-orang Majusi serta runtuhnya beberapa gereja di sekitar Buhairah setelah gereja-gereja itu jatuh ke tanah. Yang demikian diriwayatkan Al-Baihaqi.[2]
Peristiwa besar yang terjadi di masa sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW  adalah rencana penghancuran Ka’bah. Seorang panglima perang Kerajaan Habsyi (kini Ethiopia) yang beragama Nasrani, Abrahah, mengangkat diri sebagai Gubernur Yaman setelah ia menghancurkan Kerajaan Yahudi di wilayah itu. Ia terganggu dengan reputasi Mekah yang menjadi tempat ziarah orang-orang Arab. Ia membangun Ka’bah baru dan megah di Yaman, serta akan menghancurkan Ka’bah di Mekah. Abrahah mengerahkan pasukan gajahnya untuk menyerbu Mekah.
Mendekati Mekah, Abrahah menugasi pembantunya, Hunata untuk menemui Abdul Muthalib, kakek Nabi Muhammad SAW. Hunata dan Abdul Muthalib menemui Abrahah yang berjanji tak akan mengganggu warga bila mereka dibiarkan menghancurkan Baitullah. Abdul Muthalib pasrah. Menjelang penghancuran Ka’bah terjadilah petaka tersebut. Qur’an menyebut peristiwa yang menewaskan Abrahah dan pasukannya dalam Surat Al-Fil.

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيل  أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ

“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).”
(Qs. Al-Fil : 1-5)

Pendapat umum menyebut “Toiron Ababil” sebagai “Burung Ababil” atau “Burung yang berbondong-bondong”. Buku “Sejarah Hidup Muhammad” yang ditulis Muhammad Husain Haekal mengemukakannya sebagai wabah kuman cacar (mungkin maksudnya wabah Sampar atau Anthrax -penyakit serupa yang menewaskan sepertiga warga Eropa dan Timur Tengah di abad 14). Namun ada pula analisa yang menyebut pada tahun-tahun itu memang terjadi hujan meteor hujan batu panas yang berjatuhan atau ‘terbang’ dari langit. Wallahua’lam. Yang pasti masa tersebut dikenal sebagai Tahun Gajah yang juga merupakan tahun kelahiran Muhammad.[3]
Kelahiran manusia luar biasa memang juga didahului peristiwa yang luar biasa. Muhammad namanya, ayahnya bernama Abdullah, Ibundanya Aminah, kedua orang tuanya berasal dari silsilah yang mulia yang merupakan keturunan Jawara Tauhid (Ibrahim AS). Abdullah lahir kedunia hanya untuk membawa nur Muhammad dan meletakkannya ke dalam rahim Aminah, sang isteri saat itu mengandung (2 bulan) bayi yang kelak menjadi manusia besar. Setelah lama kepergian sang suami, sang isteri merasakan kesepian yang amat dalam, walaupun suaminya selalu berkirim surat. Namun pada saat lain surat tidak lagi ia terima, begitu riang hatinya ternyata ia melihat rombongan dagang suaminya telah pulang, tapi Ia amat terkejut karena tak dilihatnya suaminya, datanglah seseorang dari rombongan tersebut yang menyampaikan berita kepada Aminah, mulutnya begitu berat untuk mengucapkan kata-kata ini kepada wanita ini, ia tidak sanggup mengutarakannya, namun akhirnya terucap juga bahwa sang suami telah berpulang ke hadirat Allah Swt dan dimakamkan di abwa. Begitu goncang hatinnya mendengarkan hal ini, tak sanggup menahan tangisnya, ia menangis menahan sedih dan tak makan beberapa hari.
Hingga akhirnya ia bermimpi, dalam mimpinya seorang wanita datang dan berkata kepadanya agar ia menjaga bayi dalam janinnya dengan baik-baik. Ia berulang kali bermimpi bertemu dengan wanita tersebut yang ternyata adalah Maryam binti Imran (Ibu Isa as). Dalam mimpinya sang wanita mulia ini berkata: “Kelak bayi yang ada didalam rahimmu akan menjadi manusia paling mulia sejagat raya, maka jagalah ia baik-baik hingga kelahirannya.”
Dan benarlah, lahirlah Rasulullah dari rahimnya. Meski lahir sebagai seorang yatim. Tetapi beliaulah yang menjadi kekasih pilihan Allah, rahmatan lil ‘alamin. Setelah Aminah melahirkan, dia mengutus utusan kepada kakeknya, Abdhul Muthalib, untuk menyampaikan kabar gembira tentang kelahiran cucunya. Maka Abdul Muthalibdatang dengan perasaan suka cita, lalu membawa beliau ke dalam Ka’bah, seraya berdoa pada Allah dan bersyukur pada-Nya. Dia memilih nama Muhammad, nama yang belum pernah dikenal di kalanga Arab. Beliau di khitan pada hari ke tujuh, seperti yang dilakukan orang-orang arab.
Wanita pertama yang menyusui beliau setelah ibundanya adalah Tsuwaibah, hamba sahaya dari Abu Lahab, yang kebetulan sedang menyusui anaknya Masruh. Tradisi yang berjalan di kalangan bangsa Arab yang relative sudah maju, mereka akan mencari wanita yang bisa menyusui anak-anaknya sebagai langkah untuk menjauhi anak-anak itu dari penyakit yang biasa menjalar di daerah yang sudah maju, agar tubuh bayi menjadi kuat , otot-ototnya kekar dan agar keluarga yang menyusuinya bisa melatihnya bahasa Arab. Maka Abdul Muthalib mencari wanita yang bisa menyusui beliau. Dia meminta pada keluarga bani sa’ab bin Bakr agar menyusui beliau , yaitu Halimah bin Abu Dzu’aib dengan didaming suaminya Alharist bin Abdul Uzza, yang berjulukan Abu Khasah dari kabilah yang sama.
Halimah bisa merasakan barokah yang beliau bawa sehingga bisa mengundang decak kekaguman. Inilah penuturannya yang diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq,bahwa Halimah pernah berkisah, suatu kali dia pergi bersama suami dan anaknya yang masih kecil dan disusuinya. Dia berkata, “ Itu terjadi pada masa kami hidup susah, tak banyak kekayaan kami yang tersisa. Aku pegi sambil naik keledai betina berwarna putih milik kami dan seekor nta yang sudah tua dan tak bisa diambil darinya susu walau setetespun. Sepanjang malam kami tidak bisa tidur karma hurus menidurkan bayi kami yang terus menerus menangis karena kelaparan. Air susuku juga ta banyak bisa diharapkan. Sekalipun kami masih tetap mengharapkan uluran tangan dan jalan keluar. Akupun pergi sambil menunggang keledai betina milik kami dan hamper tak pernak turun darinya, sehingga keledai itu semakin lemah kondisinya. Akhirnya kami serombongan sampai di Makkah dan kami langsung mencari bayi yang bisa kami susui. Setiap wanita yang ditawari menyusui Rasulullah pasti menolaknya, setelah tahu bahwa beliau anak yatim. Tidak mengherankan karena kami mengharapkan imbalan yang cukup memadai dari bapak bayi yang hendak kami susui. Kami semua berkata, “Dia semua anak yatim.”  Tidak ada pilihan bagi ibu dan kakek beliau, kerana kami tidak menyukai keadaan seperti itu. Setiap wanita dari rombongan kami sudah mendapat bayi yang akan mereka susui, kecuali aku sendiri. Tatkala kami sudah siap-siap akan kembali, aku berkata pada suamiku, “Demi Allah aku tak ingin kembali dengan teman-temanku tanpa membawa bayi yang akan aku susui.Demi Allah aku akan mendatangi anak yatim dan akan membawanya.”
“Memang ada baiknya jika engkau melakukan hal itu. Smoga Allah saja yang mendatangkan barokah bagi kita dari pada anak ini.”
Maka aku pun menememui bayi itu, dan aku siap membawanya. Tatkala menggendongnya seakan-akan aku tidak merasakan beban. Aku segera kembali menghamiri hewan tungganganku tadi, tatkala aku menyusuinya, bayi itu langsung bisa menyusu dengan lancer sesukanya dan meminumnya hingga kenyang. Setelah itu anakku juga bisa minum susuku dengan puas dan kenyang, hingga kedua bayiku kini bisa tidur dengan nyenyak. Padahal sebelumnya itu kami tidak bisa tidur walau sekedippun karena mengurusi anak kami. Suamiku menghampiri onta yang sudah tua. Ternyata air susunya penuh, kami pun memerahnya. Suamiku bisa minum air susu onta tersebut, aku pun juga. Hingga kami benar-benar kenyang. Malam itu adalah malam yang paling indah rasanya bagi kami.
“Demi Allah wahai Halimah, engkau telah ambil satu jiwa yang penuh barokah,” kata suamiku padaku esok paginya.
“Demi Allah akupun berharap demikian.” Kataku
Saat akan pulang Halimah pun menunggangi hewannya tadi. Mereka terheran-heran melihat hewan yang tadi lemah sekarang mampu melanjutkan perjalannan. Sesampainya di Bani Sa’ad kami tak pernah melihat setumpak tanahku lebih subur dari pada sekarang ini. Domba-Domba kami pun menyongsong kami dengan keadaan kenyang dan susu yang siap perah. Suamiku memerah susu domba itu dan kami bisa meminumnya dengan sepuasnya. Kami senatiasa mendapatkan berokah yang bertambah dan kebaikan Allah salama dua tahun menyusui anak susuan kami. Lalu kami menyapihnya, bahkan sebelum usia 2 tahun dia sudah tumbuh besar.
CATATAN KAKI

§  Dr.Badri Yatim, M.A, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2008), hlm.16
§  Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar,1997) hlm.75
§  www.sejarahkebudayaanislam.com



DAFTAR PUSTAKA

  Yatim, Badri. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
  Al-Mubarakfury, Syaikh Shafiyyurrahman. 1997. Sirah Nabawiyah. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar
  www.sejarahkebudayaanislam.com



[1] Dr.Badri Yatim, M.A, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2008), hlm.16
[2] Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar,1997) hlm.75
[3] www.sejarahkebudayaanislam.com

0 komentar:

 
Williya Meta © 2010 | Blog Dirancang Oleh www.pandani.co.cc | web Design 07 Juni 2011