Sajak-sajak di Bulan Penghujan
Oleh: Williya Meta
Sajak 1
Hujanku, telah hilang!
Mengikuti arakan awan,
dan begitu saja, aku ditinggalkan...
Adakah yang cakap menerjemahkan sakit?
Secakap ia menafsirkan bahagia?
Adakah yang lebih menyedihkan, melebihi kehilangan?
Mengikuti arakan awan,
dan begitu saja, aku ditinggalkan...
Adakah yang cakap menerjemahkan sakit?
Secakap ia menafsirkan bahagia?
Adakah yang lebih menyedihkan, melebihi kehilangan?
*— di Kamar Hijau, Remah-remah Hujan di Redupnya Bulan, 24 Oktober 2011
Sajak 2
Percuma saban hari kau menyantap hidup, kalau sampai kini kau tak pandai membaca.
Ayo, baca! Baca! Baca! Baca, Aku!
Jika tak jua bisa, setidaknya kau bisa meng-eja, Bodoh!
R-I-N-D-U
Masih belum juga kau bisa membaca?
Ayo, baca! Baca! Baca! Baca, Aku!
Jika tak jua bisa, setidaknya kau bisa meng-eja, Bodoh!
R-I-N-D-U
Masih belum juga kau bisa membaca?
Sajak 3
Bosan aku berkalang darah, meremuk-diredam hati nelangsa.
Pada bulan tak henti kulempar tanya, pada putaran mana harus kuhentikan kisah luka.
Hey, kau! Ya, Kau, yang duduk manis di bibir bulan, dikatup semesta alam.
Enyah Kau dari lingkaran, atau kubunuh saja kau, Jalang!?
Aih, lakon apa lagi yang harus kita perankan, Kawan?
. — di Bawah Temaram Bulan, di Ruang Dilema. 29 November 2011
Hey, kau! Ya, Kau, yang duduk manis di bibir bulan, dikatup semesta alam.
Enyah Kau dari lingkaran, atau kubunuh saja kau, Jalang!?
Aih, lakon apa lagi yang harus kita perankan, Kawan?
. — di Bawah Temaram Bulan, di Ruang Dilema. 29 November 2011
0 komentar:
Posting Komentar