Perkembangan
Terkini
Setelah mengalami perlambatan
pertumbuhan akibat terimbas krisis Amerika Serikat tahun 2008/2009, pertumbuhan
industri perbankan Syariah di Indonesia menunjukkan trend yang terus meningkat
semakin pesat, dan pada akhir September 2011 pertumbuhan aset mencapai 47.8%
(yoy) atau Rp123.4 trilliun, tertinggi sejak tahun 2005. Pertumbuhan dana pihak
ketiga (DPK) dan pembiayaan yang diberikan (PYD) pada waktu yang sama bahkan
lebih pesat lagi, masing-masing mencapai 53.0% (yoy) atau Rp97.8 trilliun
dan
52.3% (yoy) atau Rp92.8 trilliun, dengan FDR (financing to deposits ratio)
95.7%. Sebagai perbandingan, pertumbuhan aset perbankan konvensional pada waktu
yang sama mencapai 22.2% (yoy), atau Rp3371.5 trilliun, dengan LDR (loan to
deposits ratio) 81.4%.
Kinerja perbankan Syariah
dilihat dari BOPO (biaya operasi dibagi pendapatan operasi), ROA (return on
assets) dan NPF (non-performing financing), juga menunjukkan peningkatan. Pada
akhir September 2011, BOPO, ROA dan NPF masing-masing mencapai 77.5%, 1.8% dan
2.0%. Sementara itu, CAR (capital adecuacy ratio) berada pada posisi yang aman
15.3%, sedangkan ROE (return on equity) mengalami penurunan ke 17.1%. Kinerja
perbankan Syariah tersebut lebih baik dari kinerja perbankan konvensional,
kecuali untuk ROA dan ROE, karena masih pesatnya ekspansi.
Tantangan Kedepan
Tantangan Kedepan
Krisis keuangan Amerika Serikat
yang bermula dari krisis subprime mortgage pada tahun 2007 belum juga usai,
masih menyisakan masalah fiskal yang berkepanjangan dan proses pemulihan yang
berjalan lamban, sehingga IMF dalam World Economic Outlook September 2011
menurunkan prediksi pertumbuhan ekonominya untuk tahun 2011 dan 2012
masing-masing menjadi 1.5% dan 1.8%.
Sementara itu, beberapa negara
Eropa, seperti Yunani, Portugis, Irlandia, Spanyol dan Italia, mulai mengalami
krisis utang yang lebih sulit penyelesaiannya karena besarnya utang, banyaknya
negara yang terlibat dan tidak disiplinnya pemerintah negara-negara euro-zone
tersebut dalam menjalankan kewajibannya. IMF juga menurunkan prediksi
pertumbuhan ekonomi kawasan Eropa untuk tahun 2011 dan 2012 masing-masing
menjadi 1.6% dan 1.1%. Bahkan, menurut ADB Eropa dapat mengalami resesi di
tahun 2012.
Ke dua krisis di kawasan Amerika
Serikat dan Eropa tersebut akan mewarnai perkembangan ekonomi Global tahun 2012,
termasuk Indonesia. pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2012 diperkirakan
akan melambat karena melambatnya pertumbuhan ekspor yang akhirnya berdampak
pada melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga. ADB-pun telah menurunkan
proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2012 dari 6.8% menjadi 6.5%, dan
bahkan dapat turun lagi menjadi 5.5% apabila kawasan Amerika Serikat dan Eropa
mengalami resesi mendalam.
Namun demikian, pemerintah
Indonesia optimis pertumbuhan ekonomi tahun 2012 diperkirakan 6.7%, karena
sedikitnya ada 4 hal yang mendukung, yaitu: 1) Pertumbuhan konsumsi domestik
yang masih kuat; 2) Minat investor asing yang masih meningkat, termasuk pada
sektor Industri, karena fundamental perekonomian yang kuat, iklim investasi
yang membaik dan sovereign credit rating Indonesia yang telah berada pada
posisi investment grade; 3) Upaya pemerintah untuk meningkatkan pembangunan
infrastruktur dengan MP3EI (Master plan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia); dan 4) Penurunan inflasi yang memberikan ruang untuk penurunan suku
bunga. Dua hal yang perlu diwaspadai yang dapat meningkatkan tekanan inflasi
pada tahun 2012 dari sisi penawaran adalah kenaikan harga BBM (bahan bakar
minyak) dan TDL (tarif dasar listrik). Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia
tahun 2012 ini hanya dikalahkan oleh Cina (9.0%) dan India (7.5%).
Dampak Makro Ekonomi terhadap Perbankan Syariah
Dampak Makro Ekonomi terhadap Perbankan Syariah
Krisis Amerika Serikat dan Eropa
tentu saja akan berdampak langsung maupun tidak langsung ke perbankan
Indonesia, dari sisi likuiditas, permodalan, aset dan perkreditan/pembiayaan,
karena sistem keuangan Indonesia masih didominasi oleh perbankan. Namun
demikian, dampak langsung karena adanya eksposur luar negeri yang hanya sekitar
Rp100 triliun tidak besar karena hanya sekitar 3% dari aset perbankan nasional,
diperkirakan akan relatif kecil sekali. Secara umum, kondisi perbankan nasional
yang cukup kuat direfleksikan oleh tingginya rasio penggunaan dana nasabah
dengan distribusi kredit ke sektor usaha produktif. Seperti yang telah
disebutkan di atas LDR perbankan nasional mencapai lebih dari 81% dimana FDR
perbankan syariah mencapai 95,7%.
Kondisi lain yang diperkirakan
akan berpengaruh signifikan terhadap sektor perbankan nasional pada tahun
mendatang adalah membaiknya posisi credit rating Indonesia yang saat ini telah
berada pada posisi investment grade. Posisi ini didapat Indonesia dari
international credit rating pada akhir tahun ini, meski dirasakan terlambat
namun tetap saja kondisi ini monumental sekaligus fenomenal bagi Indonesia.
Pada satu sisi, kini posisi credit rating Indonesia telah sejajar dengan negara
maju dan yang lebih menggembirakan adalah ditengah kecenderungan krisis global
dimana banyak negara maju yang harus mengalami penurunan credit rating,
Indonesia mampu meningkatkan posisi daya-saingnya. Secara umum hal ini akan
menambah kepercayaan investor asing terhadap sektor keuangan nasional khususnya
industri perbankan. Posisi ini diperkirakan akan menurunkan biaya umum yang
harus ditanggung oleh perbankan nasional termasuk perbankan syariah Indonesia.
Sementara itu, dampak langsung
krisis Amerika Serikat dan Eropa ke perbankan Syariah sangat minim karena
portfolio pembiayaan perbankan Syariah masih kecil (Rp92.8 triliun per
September 2011) dan eksposur portfolio pembiayaan hampir semuanya berupa
pembiayaan usaha di sektor riil domestik, hampir tidak ada eksposur pembiayaan
usaha perdagangan luar negeri. Jikapun ada diperkirakan dampaknya tidak
langsung (second round effect).
Proyeksi
Pertumbuhan Perbankan Syariah 2012
Berdasarkan kondisi dan analisa
lingkungan makro industri perbankan syariah nasional, dilakukan analisis
proyeksi perbankan syariah nasional pada tahun 2012. Perhitungan proyeksinya
menggunakan pendekatan analisis: (i) econometric approach (time series model)
dengan historical series untuk menangkap pola behavior dan pattern perbankan
syariah; (ii) forecasting time series model untuk memperkirakan pertumbuhan
total asset. Perhitungan proyeksi tersebut berdasarkan tiga asumsi yaitu: (i)
moderat dimana pertumbuhan in line dengan program pengembangan yang sedang
dilakukan dan upaya-upaya yang dilakukan bank syariah, (ii) pesimis apabila
asumsi skenario moderat tidak terealisasi dan, (iii) optimis apabila
perkembangan yang terjadi lebih promising dari yang direncanakan.
Asumsi-asumsi tersebut secara
detil antara lain sebagai berikut: (a) moderat: jumlah bank syariah tidak
bertambah namun kinerjanya tetap meningkat, pola pembiayaan tetap didominasi
trade based financing, target utama pembiayaan masih SMEs. Kondisi ekonomi
domestik masih stabil dan mendukung kinerja sektor riil; (b) pesimis: kinerja
bank syariah mengalami perlambatan karena dampak krisis global kepada
perekonomian domestik, turunnya pembiayaan dan competitiveness bank syariah;
(c) optimis: jumlah bank syariah bertambah, ekonomi domestik tidak terpengaruh
oleh gejolak ekonomi global, kinerja sektor riil tetap positif dan bank syariah
tetap competitif dengan bank konvensional.
Sementara itu teknis perhitungan
yang dilakukan secara garis besarnya adalah sebagai berikut: (i) Autoregressive
Integrated Moving Average (ARIMA) dengan historical data dari Desember 2000
sampai dengan Oktober 2011; (ii) proses modeling dilakukan untuk variabel total
aset bank syariah dan bank nasional dengan tahapan-tahapan: identifikasi
variable, estimasi model, evaluasi model dan forecasting model; forecasting
model menghasilkan future values dari Oktober 2011 sampai dengan Desember 2012
karena tingkat akurasi model time series sangat tinggi dalam jangka pendek.
Berdasarkan perhitungan yang
dilakukan menggunakan asumsi-asumsi tadi diperkirakan secara moderat perbankan
syariah nasional akan tumbuh 36% pada tahun 2012. Namun jika ada kondisi yang
tidak diharapkan terjadi seperti dampak krisis global ternyata lebih buruk dari
yang diperkirakan, maka secara pesimis tahun depan pertumbuhan perbankan
nasional diperkirakan sebesar 29%. Sementara itu, sebaliknya jika ternyata ada
kondisi-kondisi yang lebih baik terjadi pada tahun depan seperti bertambahnya
bank syariah dan kinerja ekonomi domestik yang menguat signifikan, tahu depan
secara optimis perbankan syariah nasional akan tumbuh sebesar 45%.
Diluar perkembangan fisik, baik
yang saat ini tengah berlangsung maupun nanti, diharapkan pada tahun-tahun
mendatang perkembangan industri perbankan syariah nasional juga semakin
memperlihatkan keberkahannya berupa kemanfaatan bagi masyarakat usaha
mikro-kecil dan juga dhuafa. Oleh karena itu, mungkin sebaiknya diperkenalkan
pula variabel atau angka perkembangan berupa derajat kemanfaatan ini sebagai
parameter kemanfaatan perbankan syariah nasional bagi masyarakat yang selama
ini tidak terjangkau oleh industri perbankan yang terbilang mapan. Perlu
bantuan kontribusi pihak-pihak lain seperti para akademisi dalam merumuskan
ukuran-ukuran tersebut, sekaligus mengawasi peran perbankan syariah nasional
pada aspek-aspek khusus seperti itu. Semoga usaha-usaha pengembangan industri
ini oleh pihak-pihak terkait, semakin dimudahkan oleh Allah SWT, sehingga
perbankan syariah nasional mampu berperan signifikan dalam perkembangan
perbankan nasional dan lebih luas lagi dalam mendukung perekonomian nasional.
0 komentar:
Posting Komentar